Contoh Cerpen Bahasa Indonesia
Ahli taat dan Ahli maksiat
Diriwayatkan dari Abbu Hurairah ra.
Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang
laki-laki yang berbeda karakternya. Laki-laki yang pertama suka berbuat dosa
dan yang satunya lagi rajin beribadah. Orang yang ahli ibadah ini setiap
melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan
dosanya.
Suatu kali orang yang ahli ibadah
berkata lagi,”Berhentilah dari perbuatan dosa!” , lalu orang yang ahli maksiat
pun menjawab “Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku
bagaimana, memangnya engkau di utus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan?”, laki laki ahli ibadah
pun menimpali, “Demi Allah dosamu tidak akan di ampuni oleh Nya atau kamu tidak
mungkin di masukan ke dalam surga Allah”
Kemudian Allah mencabut nyawa kedua
orang tua itu, dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah,,, Rabbul’Alamin. Allah SWT berfirman kepada ahli ibadah ”Apakah
kamu lebih mengetahui dari pada aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah
berada dalam kekuasaan tangan ku”
kemudian kepada
ahli maksiat Allah berfirman ”Masukkan kamu kedalam surga berkat rahmat-KU”, sementara
kepada ahli ibadah di katakan “Masukan orang itu ke neraka”.
Pelajaran yang dapat di
petik
1.Anjuran untuk senantiasa
ber Amar ma’ruf nahi mungkar
2.Hendaknya seserang segera
berhenti dari kemungkaran dan berlepas diri darinya saat di ingatkan dan di
larang,dan hendaknya tidak meneruskan dosa itu dengan keras kepala dan sombong
3.Larangan berputus asa dari
ampunan Allah yang maha penyayang
4.Beratnya sanksi
mengucapkan sesuatu atas nama Allah tanpa atas di dasari ilmu
5.Luasnya rahmat Allah Rabb
seluruh alam
6.Seseorang yang memastikan
orang lain masuk surga atau neraka berarti ia telah mengakui memiliki sifat
ketuhanan
7.Celaan kepada seseorang
yang menghakimi orang lain dan
menganggap dirinya sendiri sebagai hakim kebenaran.
Kasih Sayangnya
Karya : Ulya Salsabila 9 F
Pancaran sinar surya kini telah dapat Kurasakan
setelah sembilan bulan aku dalam kegelapan. Kini tubuhKu dapat bergerak bebas
didunia yang penuh dengan pilihan. Aku ditakdirkan sebagai manusia yang
dititipkan dalam Keluarga besar yang sangat agamis. KeluargaKu sangat
sederhana, orang tuaKu sangat bekerja keras untuk memenuhi keseharian kami.
Bapak bekerja ditoko Material dan ibu sibuk mengurus sawah peninggalan kakek,
Alhamdullilah dapat memberiku makanan yang cukup. Kakak-kakakku telah berpisah
dengan Bapak dan Ibu setelah memiliki keluarga sendiri. Semenjak kecil aku
sering ditinnggal Bapak dan Ibu bekerja. Namun, untungnya aku telah dibekali
kemandirian .
Setelah Aku dinobatkan Lulus Sekolah Dasar, orang
tuaku memilih menitipkanKu di sebuah Pondok Pesantren yang tak jauh dari tempat
tinggalku. Semua itu Ku turuti demi memperdalam ilmu agama serta memenuhi
keinginan Bapak, sebagai penerus pengisi ceramah pengajian. Alhamdullilah
dibalik kesederhanaan keluarga Kami, Allah SWT memberikan pengetahuan yang
cukup kuat dikeluarga Kami. Aku bersyukur berada di tengah-tengah Keluarga yang
selalu mengingatkanKu untuk mendekatkan diri pada sang Khalik. Namun, setelah
Bapak dan Ibu membawaKu di Pondok Pesantren ini, Aku hidup ditengah-tengah
keramaian santri-santri yang katanya “ Tiada hari tanpa ngantri”. Sudah satu
bulan aku menjalani kehidupan serba ngantri ini. Namun, banyak pengalaman yang
dapat Ku petik hikmahnya.
“Qila!...... ada orang tuamu ”. Suara salah satu
santri itu membuatku menoleh karna terdapat namaKu, yaitu Qila, yang diambil
dari Syaqila Maharani. Nama ini telah diberikan kepadaKu mulai disaat pertama
kalinya aku menatap dunia, hingga saat ini, dan masa yanga akan datang. Setelah
suara itu terbaca oleh saluran syaraf diotakku. Aku segera melangkahkan kakiKu
menuju ruang penerimaan tamu, tak lain hanya untuk menemui orang tuaKu.
PandanganKu mulai mencari, sampai kudapatkan sosok Bapak. “ Ibu kemana ?” batinku berkata. Disaat hanya ada sosok Bapak
yang berada disini Bapak hanya sendiri. Kakak-kakakku yang selama ini membantu
Bapak menyekolahkanKu pun tak ada ditempat ini. Satu dari tiga kakakku pun tak
ada. Setelah langkahKu berhenti karena telah dihadapan Bapak, aku mengulurkan
tangan seraya berjabat tangan dengan Bapak yang akhirnya Kucium tangan Bapak
itu.
“Pak, Ibu kemana?” Aku menanyakan keadaan Ibu kepada
Bapak yang telah duduk disampingku. “Ibu pergi ke Sawah” Bapak menjawabnya
seraya menatapku. Hanya sedikit topik pembicaraan kami, sampai akhirnya Bapak
memberi uang saku untuk satu bulan mendatang dan bergegas pulang. Setelah sosok Bapak
hilang dari pandanganku. Aku membalikan badan untuk kembali ke area kamar.
Namun, pandanganku berhenti kearah
Kirana yang sedang dijenguk oleh Bapak, Mamah, dan Adiknya. Ku lihat
kirana dipeluk oleh mamahnya sebelum meninggalkan Kirana. Aku merunduk sambil
melangkah ke arah area kamar santri. “Kapan aku bisa seperti Kirana?
Mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, terutama seorang Ibu .” BatinKu tak
berhenti berkata iri pada sosok Kirana yang selalu dimanjakan Mamahnya.
“Bruuuk......” Aduh sakit. Aku menabrak pintu
pembatas ruang pemerimaan tamu dan area kamar. Ku menatap sekelilingKu,
berharap tak ada satupun orang yang melihatku. Namun, yang kuharapkan terpecah
ketika terdengar suara yang menertawakanKu. “Nunduk jangan kenundukkan. Inget
lagi jalan ! hahaha...” suara itu berasal dari seorang santri putra yang
berjalan didepan ruang penerimaan tamu dan tak sengaja melihat kejadian
memalukan tadi lewat jendela. Aku buru-buru lari memasuki area kamar santri
putri. Setiap malam aku menyempatkan Belajar walu hanya sekilas. Aku sangat
bersyukur, Allah SWT memberiku kelebihan dalam berpikir. Selama aku dalam dunia
pelajar, aku selalu berada diantara 3 besar ketika kenaikan kelas atau
semester. Disaan aku duduk diperingkat pertama, Kakak-kakakku melontarkan
kata-kata yang sebenarnya ingin Ku jawab ini itu, tapi aku sadar, kakakku telah
banyak memberiku, “Mau minta apa Qila?” itulah yang sering terdengar
ditelingaku. Sedangkan Bapak selalu berkomentar tentang nilaiKu, walau itu
telah menduduki angaka 1 dikelas. Namun, kata Bapak “Harusnya kamu itu kaya
gini ? “Kalau tidak“ Kamu harus bisa kayak gini!” selalu saja perkataan itu
yang Kudengar disaat penerimaan rapot.
Disaat Matahari telah menempatkan wujudnya di ufuk timur, aku berjalan menuju
sekolah bersama sahabatku, Sintia. Tiba-tiba gendang telinga ku mendapat suara
yang langsung disalurkan keotak melalui Syaraf. “Jangan nunduk lagi !
hahaha....” Aku menoleh ke belakang untuk memastikan siapa yang berkata. Emosi
ku meningkat ketika aku mengetahui bahwa suara itu berasal dari anak yang
kemarin menertawaiKu. Namun, emosi ku buyar ketika dia kembali berkata “Lariii
! gerbang mau ditutup” Kini aku dan
Sintia segera mengikuti perintah dia untuk berlari karena takut terlambat. “Uuhhhhhhh...
akhirnya aku berhasil masuk tanpa menunggu di luar gerbang sekolah, kalau itu
terjadi mati aku dimarahi Bapak” Desis ku yang mungkin didengar oleh Sintia.
“Untung saja ada Rehan.” Kulangsung menatap Sintia yang telah menyebut nama
lelaki dihadapanKu. Dia kembali berkata, “Iya, Rehan Febriyansyah. Cowo yang
paling terkenal sisekolah yang tadi bicara sama kamu, masa kamu gak kenal sih?”
Sintia menyenggol salah satu lenganKu. Aku hanya menjawab tak acuh. “Entahlah,
gak kenal.”
Setelah kejadian itu aku lebih sering menemui sosok
Rehan berkeliaran dimataku yang sebenarnya tak aku inginkan. Hari ini, hari
dimana waktunya aku dijenguk oleh Orang Tuaku. Didalam kelas aku hanya terdiam
apakah Ibu akan kesini ?. Lamunanku buyar ketika dua orang siswi memberitahuku
bahwa aku ditunggu Orang Tuaku di depan Gerbang. Aku segera menemuinya, disaat
aku setengah berlari menemukan sosok
Rehan lagi. Namun, ku tak peduli, orang tuaku telah menungguku. Senyum terukir
diwajahku ketika melihat sosok Bapak disana yang ternyata bersama Ibu, aku
rindu Ibu. Hanya dengan bersalaman, mereka menyambut anaknya ini. Sungguh
batinKu kembali berkata “ Kapan aku mendapat kasih sayang lebih ? Kapan ?”. Tak
ada 5 menit aku bersama orang tuaku, yang kini telah kembali pulang. Aku
kembali ke dalam kelas. Bel pulang berbunyi. Didepan kelas ada seseorang yang tak
aku kenali memberiku surat. Dikamar, aku membuka surat tadi yang berisikan.
“Syaqila Maharani, nama yang cantik. Maaf sebelumnya, nanti sore kamu ke
sekolah dong please aku mau bicara. Aku tunggu, salam dari Rehan”. Ngapain dia
ngajak aku ketemu males banget deh.
“Cie-cie....” Sintia menanggapiku dan merebut surat
yang barusan aku baca. “Dah, pergi aja sana. Pengurus hari ini gak keliling.
Tenang aja. Aku temenin dehh.” . “
Males” hanya itu yang ku bicarakan. “ Barang kali dia mau minta maaf. ” aku
hanya diam. Namun dipikir-pikir aku kepo kenapa dia ngajak aku ketemu. Setelah
Shalat Ashar, Sintia menemuiku “ Sana temuin, Cepetan” . Aku diam “Temuin!“ suara itu mengagetkanku
dan membuat diriku berkata “Iya... Iya” yang sebenarnya tak ingin aku katakan.
Namun, kata itu telah keluar dari bibirku, aku harus menemuinya.
Disekolahan yang cukup sepi karna itu bukan jam
sekolah dengan mudah aku meemukan sosok Rehan. Dia menetapku dan mendekat
kepadaku. Aku jadi risih. Mau apa sih dia. Tanganku telah ku genggam untuk
bersiap untuk menojok dia jika dia mau macem-macem sama aku. “Syaqila, kemarin
aku melihat kamu menemui orang tuamu. Namun,
kamu hanya besalaman dan waktu beretemu kamu itu sangat singkat
menurutku. Apakah selalu begitu jika orang tuamu menjengukmu ?”
Buat apasih dia taya gitu?.
“Iya.”
“Kasian banget kamu, aku tahu kamu pasti kurang kasih
sayang dari orang tuamu?” Aku hanya terdiam menanggapinya.
“Syaqila Maharani bolehkah aku yang memberimu kasih
sayang ? ”
Apa maksudmu? ”Sedari aku angkat tanganku yang sedari
tadi telah ku genggam. “Tunggu qila,
Aku mau kamu jadi pacar aku. Aku bisa kasih sayang yang kamu butuhin.”
Aku hanya diam dan pergi meninggalkannya. Sesampai aku
di kamar, aku memikirkan kata-kata Rehan tadi. Dan dari celah pintu kamar,
lagi-lagi aku melihat Kirana bercanda dengan ibunya dan ibunya membelai Kirana
dengan lembut serta memanggil Kirana dengan sebutan “ Sayank ”. Aku semakin iri
dengan kasih sayang seperti itu, aku tak pernah dipeluk oleh ibuku, mungkin
terakhir kali ketika aku baru saja bisa berjalan. Sungguh itu telah belasan
tahun lalu. “Gimana tadi ? ” suara itu membuatku kaget da itu Sintia dengan
jutek aku menjawab
“Dia nembak aku. ” Sintia semakin mendekatiku
“Apa? Trima dong.”
“Gak, ah. ” aku telah dilarang keras oleh
orang tuaku untuk berpacaran dan aku tahu betul dalil yang mengharamkannya.
“Rehan itu..... Kurang apa sih ? Ganteng, keren,
terkenal, banyak yang ngefens. Tapi kurang dalam pemikiran, hehe..” . Tahu
bener sih Sintia tentang Rehan. Namun, kenapa pemikiranku kini berubah semenjak
aku kembali mengingat perkatan Rehan tentang kasih sayang itu. Aku sangat
membutuhkannya. Syaitan telah berhasil menghasut imanku. Aku telah mengirim
surat untuk rehan tentang penerimaanku menjadi pacarnya. Kini setiap aku pulang
sekolah aku sering menatapi Rehan yang berjalan. Kini aku sering bolos ngaji
untuk ketemuan sama Rehan, entah kenapa kali ini diriku mudah sekali
dikendalikan oleh syaitan-syaitan itu. Aku kini menghilangkan kebiasaan belajar
di malam hari, bangun malam untuk mendekatkan diri kepada Allah, hanya untuk membayangkan Rehan yang telah memberiku
kasih sayang namun merubah pribadi diriku ketika ulangan Akhir Semester, untuk
pertama kalinya aku menyontek. Tak ada pelajaran yang masuk diotakku saat
kegiatan belajar mengajar.
“Syaqila ! Bapak kecewa sama kamu. Bagaimana bisa
nilaimu semuanya dibawah KKM ? ngapain aja kamu ? Jawab pertanyaan Bapak ! ”
Kini ku hanya dapat menangis mendengar bentakan Bapak setelah mendapat raport
ku dan hasil UAS ku dibawa ke rumah. Ibu hanya terdiam tanpa membelaiku sama
sekali, suara Bapak semakin keras. “Syaqila
! Jawab ! ” sambil memukul meja yang ada dihadapan Bapak. Aku hanya menunduk
dan melihat Bapak menjadi keras seperti ini. “ Jawab pertanyaan Bapak nduk. ”
giliran aku menanggapi. Namun, masih dengan suara lembutnya. Aku harus jujur,
ini semua karena dia, karna Rehan, karna aku pacaran sama Rehan. “Hmmm.... A..
aku pacaran pak. ” ku katakan sejujur-jujurnya dengan nada oelan. Kini Bapak
bangkit dari duduknya dan medekat pada ku. “
Plaaakkkk...... ”
Tangan Bapak menyentuh pipiku. Sungguh sangat
menyakitkan. Bapak baru pertama kalinya berbuat seperti ini kepadaku. Aku haya
diam dan menangis. Aku salah, ibupun kaget melihatnya. “Sejak kapan Bapak
memperbolehkan anak Bapak berpacaran ? kenapa
kamu jadi seperti ini ? siapa pacar kamu ? suruh dia kesini ! ” Bapak
meninggalkanku dengan perkataan seperti itu sebelum keluar dari pintu rumah.
Ibu ikut pergi meninggalkan ku. Raut wajah mereka berdua sepertinya sangat
kecewa padaku. Aku melangkah kekamar dengan memegangi pipiku yang masih sakit
terkena tamparan Bapak tadi. Aku menangis bersedu-sedu. Aku menelpon Rehan
namun ditolak, ku tetap menelponnya namun hanya satu pesan darinya tanpa
mengangkat telepon dariku. Ku tatap layar ponselku dan membacanya.
“Syaqila Maharani, Nama yang akan menjadi mantanku.
Maaf ya aku sudah gak tahan berpura-pura memberimu kasih sayang, itu ku lakukan
hanya untuk memenuhi permintaan pacarku, Sintia. Aku sudah lama pacaran sama
Sintia, jauh sebelum aku mengenalmu. Maaf, sekali lagi kita sekarang Mantan.
KITA PUTUS.....!” Hatiku tertusuk membaca semua itu, aku sangat bodoh, aku
kalah dengan Syaitan. Aku bodoh, Semuanya hancur. Kasih sayang yang kudapat
dari seorang pacar akan berakhir setelah kata putus. Tangisku semakin deras,
membuat semalaman aku tidak keluar kamar.
“Krekk...” Ada yang membuka pintu kamarku, sosok itu
mendekatiku yang sedari tadi duduk meratapi kesalahan. Ibu duduk disampingku.
Dan membaca pesan dari rehan yang belum aku hapus dari ponselku. Ibu
merangkulku, sungguh ini yang aku rindukan. “Syaqila,
anak ibu. Dengarkan nasehat bapakmu nduk. Semua itu demi kebaikanmu. Bapak
melarang anak-anaknya pacaran itu sejak ibu melahirkan kakak pertamamu yang
kini telah berkeluarga. Bukan hanya kamu yang dilarang, Bapak sangat
menyayangimu. Setiap Bapak libur kerja, Bapak selalu mengajarimu pelajaran
sekolah, ngaji, dan lain sebagainya, mungkin kamu lupa. Kasih sayang tidak Cuma
dengan belaian yang tampak oleh mata. Kasih sayang itu akan menjadikan kita
menjadi manusia yang kokoh dalam agama,nusa, dan bangsa. Ibu juga sangat
menyayangimu. Namun, Ibu hanya dapat membantu Bapak bekerja untuk makan
sehari-hari kita, itulah bentuk kasih sayang ibu untukmu Qila. Disaat perihya
ibu melahirkanmu, ibu rela berkorban nyawa ibu utukmu Syaqila, buah hati Ibu,
titipan Allah SWT. Namu, karna ibu tidak ingin anak Ibu manja, selalu
bergantung kepada orang lain, jadi Ibu tidak sering memperlihatkan kasih sayang
ibu pada anak-anak Ibu. Setiap detik Bapak dan Ibu mendoakan kebaikan untuk
anak-anaknya itulah bentuk kasih sayang di keluarga kita ”.
Nasehat Ibu yang sangat panjang, ku dengarkan
matang-matang. Sungguh itulah kebenaran. Kasih sayang yang kudapatkan ternyata
lebih berarti dibanding belaian tampak mata. Kini ku tatap wajah ibuku. Ibu
memeluk erat tubuhku. Sangat hangat pelukan Ibu. Aku bersyukur aku memiliki
keluarga yang sayang kepadaku.
“Ayo Minta maaf sama Bapak ”. Aku mengangguk dan pergi menuju Bapak yang
sedang duduk diruang keluarga. “Bapak.....
Syaqila minta maaf pak.. Syaqila bodoh pak, Syaqila terhasut oleh Syaitan.
Syaqila akan berusaha memperbaiki nilai Syaqila utuk menjadi diurutan pertama.
Syaqila akan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, Syaqila minta maaf pak
”. Aku berkata sedari menangis. Aku
sangat menyesal dengan semua ini. “Sudah Nduk, Bapak sudah memaafkanmu, Kamu
jangan mengulangi perbuatan itu lagi ya...
Bapak juga minta maaf telah meampar anak Bapak ini,” Bapak tersenyum
kepadaku. Aku sangat bahagia, Inilah orang tua tak kan bisa memedam marahnya
kepada anak. Orang tua akan memaafkan kesalahan anaknya. Sebesar apapun karna
dijiwa anak itu telah mengalir darah orang tua.
Jadikan cinta sebagai motivasi, jgn karena cinta kita mlh gagal segalanya...
BalasHapus