Dinamika Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa – Bagian 1
BAB I
Dinamika Pancasila sebagai Dasar
Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
A. Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa
Untuk semakin
memperkuat pemahaman kalian, berikut ini dipaparkan uraian materi berkaitan
dengan perkembangan penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa semenjak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.
1. Masa Awal Kemerdekaan (1945-1959)
Pada periode
ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi
berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar
negara, dan penyimpangan terhadap Pancasila.
Upaya-upaya
tersebut, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia
(PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948, dipimpin oleh Muso. Bertujuan
mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain
pemberontakan tersebut akan mengganti Pancasila dengan paham komunis.
Pemberontakan ini pada akhirnya dapat digagalkan.
b. Pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dipimpin oleh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam
Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama NII
adalah mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at Islam. Tetapi
gerakannya bertentangan dengan ajaran Islam sebenarnya. Mereka melakukan
perusakan, pembakaran rumah-rumah penduduk, dan perampasan harta benda serta
penganiayaan terhadap para penduduk. Upaya penumpasan pemberontakan ini cukup
lama. Dan akhirnya Kartosuwiryo bersama pengikutnya baru bisa ditangkap pada
tanggal 4 Juni 1962.
c. Pemberontakan Republik
Maluku Selatan (RMS). Gerakan ini merupakan gerakan separatisme dipimpin oleh
Christian Robert Steven Soumokil, bertujuan membentuk negara sendiri yang
didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon
dan Buru. RMS di Ambon dapat dikalahkan oleh militer Indonesia pada bulan
November 1950, tetapi konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963.
Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian
mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966.
d. Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh
Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual tahun 1957-1958 di Sumatra dan
Sulawesi. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan pusat waktu
itu yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, yang dianggap telah melanggar
undang-undang karena pemerintahannya yang sentralistis, mengabaikan pembangunan
di daerah, sehingga menimbulkan ketidak adilan dalam pembangunan.
e. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Angkatan Perang Ratu Adil merupakan milisi yang didirikan oleh Kapten Raymond
Westerling pada tanggal 15 Januari 1949. Westerling memandang dirinya sebagai
sang “Ratu Adil” yang diramalkan akan membebaskan rakyat Indonesia dari tirani.
Westerling bersekongkol dengan Sultan Hamid II, berusaha mempertahankan negara
federasi yang dibentuk Belanda untuk melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta.
APRA telah melakukan
serangan kudeta terhadap Pemerintah Republik
Indonesia pada tanggal 23 Januari 1950 dan berhasil menduduki wilayah Bandung
serta berhasil menewaskan beberapa tokoh bangsa, diantaranya Menteri Pertahanan
Sultan Hamengkubuwono IX dan Sekretaris Jenderal Ali Budiardjo. Namun kudeta
yang dilancarkan Westerling mengalami kegagalan, sehingga dia terpaksa
melarikan diri ke Singapura. Hal tersebut mempercepat pembubaran Republik
Indonesia Serikat dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1950.
f. Perubahan bentuk negara dari
Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sedangkan konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950. Dalam perjalanannya
dilaksanakanlah Pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang selama ini
dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil Pemilu tidak
dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan, sehingga
menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang berisi : Membubarkan Badan
Konstituante; UUD Tahun 1945 berlaku kembali dan tidak berlakunya UUDS 1950;
Serta segara akan dibentuk MPRS dan DPAS. Pada masa ini dasar negara tetap
Pancasila tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan seperti Ideologi Liberal
dan ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
2. Masa Orde Lama (1959-1966)
Periode ini
dikenal sebagai periode Demokrasi Terpimpin. Demokrasi terpimpin merupakan
sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan dan pemikiran dalam
pemerintahan negara, berpusat pada pemimpin negara. Pemimpin negara saat itu
adalah Presiden Soekarno.
Demokrasi
terpimpin dicetuskan oleh Presiden Soekarno karena banyaknya gerakan separatis
yang menyebabkan ketidakstabilan negara dan tersendatnya pembangunan ekonomi
karena sering terjadi pergantian kabinet, menyebabkan program pembangunan yang telah dirancang oleh kabinet
tidak berjalan secara utuh. Badan konstituante juga gagal menjalankan tugasnya
untuk menyusun UUD. Oleh karena itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekri
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
diantaranya sebagai berikut :
a. Presiden Soekarno ditetapkan sebagai
presiden seumur hidup berdasarkan Tap. MPRS No. XX/1963; yang menyebabkan
kekuasaan presiden semakin besar dan tidak terbatas.
b. Presiden mengeluarkan penetapan
Presiden No.3/1960 tanggal 5 Maret 1960 yang membubarkan DPR hasil Pemilu 1955.
c. Presiden membentuk MPRS yang
anggotanya terdiri atas anggota DPR-GR, Utusan Daerah, dan semua golongan yang
semuanya diangkat serta diberhentikan oleh Presiden.
Pada periode
ini terjadi Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 (G 30 S/PKI), yang
dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah menjadikan negara
Indonesia sebagai negara komunis yang berkiblat ke negara Uni Soviet serta
mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini dapat digagalkan
dan semua pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai
perbuatannya.
3. Masa Orde Baru (1967-1998)
Era demokrasi
terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang keras
ketika terjadinya peristiwa tanggal 30 September 1965, yang disinyalir
didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan PKI ini membawa
akibat yang sangat fatal bagi partai itu sendiri, yaitu dibubarkannya PKI
dengan seluruh organisasi yang ada dibawah naungannya dan dinyatakan sebagai
organisasi terlarang di Indonesia.
Begitu juga
dengan Presiden Soekarno, yang berkedudukan sebagai Pimpinan Besar Revolusi dan
Angkatan Perang Indonesia, secara pasti dan mulai berkurang kekuasaannya,
bahkan lengser dari jabatan presiden. Hal tersebut terjadi dengan
dikeluarkannya Pengumuman Penyerahan Kekuasaan Pemerintah kepada Jenderal
Soeharto sebagai Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 pada tanggal 20
Februari 1967.
Perpindahan
kekuasaan ini, dikukuhkan oleh MPRS dalam sidang istimewanya tanggal 7 Maret
1967 yang dituangkan dalam TAP MPR No.XXXIII/1967, yakni mencabut Kekuasaan
Pemerintah dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden hingga dilaksanakannya Pemilu.
Era baru dalam
pemerintahan, dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara
tahun 1966-1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik
Indonesia. Era ini dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila.
Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara murni dan konsekuen dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Orde Baru memberikan secercah
harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan
politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah
Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Presiden
Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat sebagai seseorang yang
mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau
berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu menjadi musuh utama negeri ini.
Selain itu, beliau juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri
pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa
alasan yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap Pemerintahan Orde Baru di
bawah pimpinan Presiden Soeharto. Pada masa ini, pembangunan nasional dapat
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita) dan Program Pembangunan yang tertuang di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini menjadikan pembangunan nasional
tumbuh dengan pesat di segala bidang kehidupan.
Namun setelah
berjalan beberpa tahun, semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen semakin luntur. Hal ini ditandai dengan berbagai
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti
pengekangan terhadap kehidupan demokrasi, oposisi ditiadakan, lemahnya lembaga
perwakilan rakyat, merebaknya kasus korupsi dan pelanggaran hak-hak asasi
manusia yang dilakukan oleh aparat pemerintah dan keamanan.
4. Masa Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa
Reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara terus menghadapi berbagai
tantangan, terutama dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai
oleh kehidupan yang serba bebas. Seperti kebebasan berbicara, berorganisasi,
berekspresi dan sebagainya. Kebebasan tersebut di satu sisi dapat memacu
kreatifitas masyarakat, tapi di sisi lain juga bisa mendatangkan dampak negatif
yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Terdapat
beberapa hal negatif yang timbul akibat penerapan konsep kebebasan yang tanpa
batas, seperti munculnya pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika,
peredaran narkoba dan minuman keras, aksi anarkisme dan vandalisme, sehingga
memicu terjadinya perpecahan dan penurunan moral. Tantangan lain dalam era
reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga
bangsa saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya konflik di beberapa daerah,
tawuran antar pelajar, serta tindakan kekerasan yang dijadikan sebagai alat
dalam menyelesaikan permasalahan.
Saat ini bangsa
Indonesia juga dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan
mendasar (globalisasi), yang secara sadar terlihat terjadi persaingan antar
kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh terhadap negara lain seperti
melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kewaspadaan dan
kesiapan, harus kita tingkatkan untuk menanggulangi berbagai ancaman terhadap
Pancasila demi mewujudkan cita-cita bangsa yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu diperlukan komitmen bersama seluruh rakyat Indonesia untuk
mempertahankan serta melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari di segala aspek kehidupan.
B. Dinamika Nilai-nilai Pancasila sesuai dengan perkembangan zaman
Diterimanya
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi
logis bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Nilai dasar Pancasila adalah
nilai ke Tuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan
nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman, dan dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa dari
masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang
bersifat terbuka.
1. Hakikat Ideologi Terbuka
Ideologi adalah
gagasan yang disusun secara sistematis dan diyakini kebenarannya untuk
diwujudkan dalam kehidupan. Dalam ideologi terkandung konsepsi dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan, dasar
pikiran yang terdalam, dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Ideologi suatu negara adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki,
diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.
Pentingnya
ideologi Negara adalah sebagai pegangan dan pedoman bagaimana
menyelesaikan/memecahkan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
hankam dalam gerak masyarakat yang makin
maju.
Bagi bangsa
Indonesia, sudah jelas dan tegas bahwa yang menjadi ideologi nasional kita
adalah Pancasila, seperti yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat. Pancasila sebagai ideologi negara, berfungsi memberikan pedoman dan
arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dengan
melaksanakan dan memberikan gambaran kehidupan yang ideal (yang dicita-citakan)
serta cara mencapainya.
Ideologi
Pancasila sebagai suatu kesatuan tata nilai tentang gagasan-gagasan yang
mendasar, didasarkan pada pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila, yang
merupakan jawaban terhadap diperkukuhnya falsafah dasar negara Republik
Indonesia.
Sebagai
ideologi yang merupakan suatu tuntutan dalam perjuangan, Pancasila itu memang
digali dari pandangan hidup bangsa. Dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa,
karena secara historis hal tersebut sudah terdapat dalam kehidupan bangsa
Indonesia sepanjang sejarahnya. Pada suatu periode tertentu, sila yang satu
lebih menonjol dari sila yang lainnya. Namun demikian, keseluruhan dari
sila-sila Pancasila, merupakan suatu pandangan hidup dan merupakan suatu
kebulatan. Terdapat empat fungsi Pancasila sehubungan dengan fungsinya sebagai
ideologi negara, yaitu:
a. mempersatukan bangsa, memelihara dan
mengukuhkan persatuan dan kesatuan,
b. membimbing dan mengarahkan bangsa menuju
tujuannya,
c. memberikan tekad untuk memelihara dan
mengembangkan identitas bangsa,
d. menjadi ukuran untuk melakukan kritik
mengenai keadaan bangsa dan negara.
Sebagai
ideologi, Pancasila tidak bersifat kaku dan tertutup, tetapi bersifat dinamis
dan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dapat memperlakukan
Pancasila secara luwes dan kreatif. Artinya, sebagai ideologi, Pancasila bisa
digunakan untuk menghadapi dan menjalani zaman yang terus-menerus berkembang
sesuai dengan keadaan tanpa mengubah nilai-nilai dasarnya.
2. Kedudukan Pancasila sebagai ideologi terbuka
Suatu ideologi
harus mampu menghadapi segala bentuk tantangan dan hambatan serta perkembangan
dari dalam negeri maupun perkembangan global. Pancasila sebagai suatu ideologi
tidak akan menutup rapat-rapat terhadap perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi pada era globalisasi dan era informasi. Oleh sebab itu, Pancasila harus
menjadi ideologi terbuka, artinya Pancasila harus membuka diri terhadap
perubahan dan tuntutan perkembangan zaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka
dapat ditunjukkan dengan memenuhi persyaratan tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi realita, yaitu
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut harus bersumber dari
kenyataan hidup yang ada di masyarakat, sehingga masyarakat merasakan dan
menghayati ideologi tersebut, karena digali dan dirumuskan dari budaya sendiri.
Pada gilirannya nanti akan merasa memiliki dan berusaha mempertahankannya.
Ideologi Pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat Indonesia.
Pancasila
digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur tersebut
merupakan kenyataan yang ada dan hidup dalam masyarakat. Dengan demikian bangsa
Indonesia betul-betul merasakan dan menghayati nilai-nilai tersebut dan
tentunya akan berusaha untuk mempertahankannya,
b. Dimensi idealisme, mengandung
cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan cita-cita tersebut suatu bangsa akan mengetahui
ke arah mana tujuan akan dicapai. Pancasila adalah suatu ideologi yang
mengandung cita-cita yang akan dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Cita-cita tersebut akan mampu menggugah harapan dan memberikan
optimisme serta motivasi kepada bangsa Indonesia. Maka semua itu harus
diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara.
c. Dimensi fleksibilitas, yaitu
suatu dimensi yang mencerminkan kemampuan suatu ideologi dalam memengaruhi
sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkernbangan masyarakat:
Memengaruhi berarti ikut memberikan warna dalam perkembangan masyarakat,
sedangkan menyesuaikan diri berarti masyarakat berhasil menemukan
pemikiran-pemikiran baru terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya.
Ideologi Pancasila memiliki sifat yang fleksibel, luwes, terbuka terhadap
pemikiran pemikiran baru tanpa menghilangkan hakikat yang terkandung di
dalamnya. Dengan sifat fleksibel tersebut ideologi Pancasila akan tetap aktual
dan mampu mengantisipasi tuntutan perkembangan zaman.
Ciri khas
ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari
luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakat itu sendiri.
Perbedaan |
|
Ideologi Terbuka |
Ideologi Tertutup |
Sistem pemikiran yang terbuka |
Sistem pemikiran yang tertutup |
Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari
luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan
budaya masyarakat itu sendiri |
Cenderung untuk memaksakan dan mengambil nilai-nilai
ideologi dari luar masyarakatnya yang tidak sesuai dengan keyakinan dan
pemikiran masyarakat |
Dasar pembentukan ideology bukan keyakinan ideologis
sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat
sendiri |
Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan
ideologis perseorangan atau satu kelompok orang |
Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat
itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau
anggota masyarakat |
Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara,
dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh warga
masyarakat |
Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh
seluruh warga masyarakat |
Pada hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh
penguasa negara untuk melanggengkan kekuasaanya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja |
Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat
operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa
konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya |
Isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan
operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga
masyarakat |
Senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan
aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan
cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat
kemanusiaan |
Tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang
berkembang di masyarakatnya |
Keterbukaan
ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas nasional yang dinamis.
b. Larangan untuk memasukkan
pemikiran- pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme
dan komunisme.
c. Mencegah berkembangnya paham Liberal.
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang
menggelisahkan kehidupan masyarakat.
e. Penciptaan norma yang harus melalui
kesepakatan.
Keterbukaan
ideologi pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut
a. Nilai Dasar, yaitu hakikat
kelima sila pancasila yang bersifat universal sehingga didalamnya terkandung
cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar pancasila
selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945.
b. Nilai instrumental, sebagai
penjabaran dari nilai-nilai dasar ideologi pancasila berupa peraturan
perundangan dan lembaga pelaksanaannya. Misalnya UUD, Tap MPR, UU serta
peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan aspirasi masyarakat berdasarkan nilai-nilai pancasila.
c. Nilai praksis, merupakan
realisasi dari nilai-nilai instrumental berupa suatu pengalaman nyata dalam
kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Bagian 2 akan di
Ulpaod Sebentar lagi…
Semoga Bermanfaat….!
Belum ada Komentar untuk "Dinamika Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa – Bagian 1"
Posting Komentar